Market timing adalah penentu kesuksesan investasi atau trading di pasar saham.
Kita mungkin saja membeli saham perusahaan yang tepat, dengan analisa Intelligent Investor a la Ben Graham atau valuasi saham a la Warren Buffett, namun ternyata harus menunggu lama sebelum harga saham itu naik, karena salah timing saat membeli.
Terkecuali Anda adalah investor murni yang hanya mengharapkan dividen (bukan capital gain) maka Anda perlu memahami market timing ini.
Studi tentang konsentrasi (fundamental market timing) dirintis oleh seorang matematikawan agung, Benoit B. Mandelbrot. Jadi begini, jika kita perhatikan negara mana yang menghasilkan minyak bumi, atau gas alam, atau batu bara, atau emas, atau muriate of potash (sejenis pupuk), maka sumber daya alam ini tidaklah tersebar merata di semua negara, namun terkonsentrasi di daerah atau negara tertentu. Ada negara yang sedikit memiliki gas alam seperti Indonesia (tapi malahan di ekspor); ada negara yang paling kaya gas alam, yakni Rusia dan Iran.
Hukum konsentrasi ini berlaku bukan hanya pada sumber daya alam, namun juga pada pasar.
Di pasar finansial, volatilitas pun terkonsentrasi. Tidak sepanjang hari atau sepanjang bulan atau sepanjang tahun, kenaikan atau penurunan harga saham terjadi. Suatu saham dapat naik harganya dari 3% hingga 23% hanya dalam satu hari perdagangan, bahkan satu sesi perdagangan (satu sesi ini biasanya saat setelah istirahat menjelang penutupan bursa).
Pada umumnya harga saham bergerak harian di kisaran positif atau negatif nol koma sekian persen sampai dua persen. Namun ada hari-hari tertentu harganya bisa naik lebih dari itu. Inilah yang disebut dengan konsentrasi. Penyebabnya beragam; penyebab negatif bisa karena bom (ingat kasus WTC 911 atau bom Bali), penyebab positif bisa karena aksi korporasi (harga komoditas naik atau melonjaknya laba), dan lain-lain.
Pernah mendengar tentang January effect? Ini juga merupakan bentuk konsentrasi, yakni penguatan harga saham umumnya terjadi di bulan Januari setelah seluruh emiten merilis laporan kinerja tahunan. (Meskipun resminya korporasi merilis annual report di April, tapi telah tercium pasar di bulan Januari berkat insider information).
Dalam buku Benoit Mandelbrot, The (Mis) Behaviour of Markets, Ch.XII berjudul Ten Heresies of Finance, disebutkan bahwa pada tahun 1980-an sejumlah 40% dari positive return indeks S&P500 terjadi hanya dalam sepuluh hari perdagangan bursa. Sepuluh hari itu jika dipersentasekan dari total hari perdagangan, adalah 0.5% waktu perdagangan (dari 10.000 hari perdagangan bursa). Market timing matters greatly.
Saya dulu pengagum valuasi saham Warren Buffett yang legendaris itu, dan memiliki buku Benjamin Graham, the Intelligent Investor. Namun setelah saya membaca buku Benoit Mandelbrot, maka saya mengubah pendekatan investasi saya. Saya masih menggunakan value investing dalam memilih suatu saham, tapi saya buy dan sell menyesuaikan dengan market timing pasar atau saham.
Saya tidak pernah menyimpan saham hingga tahunan, sebab data empirik membuktikan bahwa di sepanjang waktu pasar atau harga saham bergerak flat atau sideways (lihat bab saya tentang Kondisi Pasar atau Market state).
Perhatikan grafik IHSG ini, ada waktu manakala pasar naik atau turun dengan tajam, ada waktu manakala pasar - meskipun volatil- bergerak sideways. Inilah pentingnya market timing dalam pasar.
Timing juga penting pada saat Anda melakukan stock picking. Saya ambil contoh PT Surya Citra Media Tbk (SCMA). Ini adalah saham primadona sektor media dan termasuk dalam LQ45. SCMA saham yang bagus dan likuid. ROE selalu di atas rata rata sektor dan industrinya, selalu di atas 25% kecuali saat ekonomi krisis atau melemah (2007-2009). Ini saham favorit big money (dana pensiun dan fund manager reksadana). Mendengar fakta ini saja, tentu setiap investor tertarik. Tapi tunggu dulu, jika Anda masuk SCMA pada tahun 2014 (Q3-Q4), atau katakanlah pada awal tahun 2015 (Q1), maka Anda keliru mengambil keputusan. Sebab pada periode itu SCMA sudah terlalu mahal dihargai investor (overvalued), dengan rasio harga saham terhadap laba (PER) mencapai 32-38. Dengan harga saham pada saat itu lebih dari 3200.
Jika Anda membeli SCMA pada bulan Agustus 2014, saat harganya 4110, maka sampai dengan tulisan ini diketik, Anda masih merugi. Sebab mulai Q2/2015 harga SCMA terkoreksi menuju ke harga wajarnya (harga wajar untuk saham blue-chips LQ45 tentunya). PER terkoreksi menjadi kisaran 25-29, setelah sebelumnya di 2014 selalu lebih dari 30. Sepanjang tahun 2015-2016, SCMA berusaha bergerak menembus level harga 3200, tapi belum berhasil. Bahkan pada bulan November 2016 harga SCMA terkoreksi pada level terendah di 2200 (PER di 25-26).
Apa pesan moral dari kisah SCMA ini? Memilih SCMA tidak salah, ini saham bagus dengan fundamental perusahaan yang superior, tapi Anda bisa saja salah memilih (timing), jika membeli pada harga yang mahal. Cerita di atas akan mempunyai ending berbeda jika Anda sabar menunggu harga SCMA terkoreksi, katakanlah di level 2200-2500. Jadi, market timing does exist. Secara fundamental timing dapat dilihat dari rasio P/E, secara teknikal timing dapat dilihat dari sinyal-sinyal indikator teknikal.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar